Cari Blog Ini

Tuesday, April 10, 2018

PERT (Program Evaluation and Review Technique)

PERT network. PERT (Program Evaluation and Review Teqnique) merupakan gabungan dari flow chart dan gantt chart. PERT adalah alat bantu perencanaan melalui pendekatan kuantitatif yang berisi penjadwalan dan penggambaran rencana kerja secara kronologis dan berkelanjutan bagi pekerjaan yang sifatnya tidak rutin, berskal besar, maupun kompleks.

Komponen yang perlu diketahui untuk menggunakan PERT adalah :
  1. Event, yaitu kejadian yang menjelaskan fungsi kegiatan suatu bagian. Misalnya bagian produksi menerima bahan baku.
  2. Activity. Meliputi Kegiatan yang diawali dan diakhiri oleh event. Misalnya, pembuatan sepatu, pemberian lebel, dan sebagainya.
  3. Critical Path. Yaitu waktu krisis yang menunjukkan batas toleransi pekerjaan.
  4. Time. Yaitu waktu pengerjaan, terdiri dari: optimistic time (To), most likely time (Tm), Pessimistic time (Tp). 
PERT biasa dirumuskan secara matematis melalui rumus sebagaiamna berikut:

 Te= To+4Tm+Tp/6



Sumber:  Azis, Anton M. dan Irjayanti, Maya. (2014), Manajemen, Bandung : Mardika Group


Monday, April 9, 2018

Manajemen Lintas Budaya

Dalam menghadapi tantangan dalam persaingan global saat ini, seseorang manajer terutama pada perusahaan dnegan skala internasional dituntut harus menguasai pola manajerial berbagai budaya di negara yang berbeda-beda, karena bukan tidak mungkin, tuntutan pekerjaan mengharuskan seorang manajer untuk mengelola cabang perusahaan di luar negeri. Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya untuk mempelajari manajemen lintas budaya, akan membuat sang manajer kesulitan untuk melakukan adaptasi yang akhirnya  berdampak pada hilangnya kewibawaan seorang pemimpin pada dirinya di mata anak buahnya yang baru.

Pada saat seorang manajer ditugaskan perusahaan di cabang luar negeri menjadi ekspatriat, ia akan menghadapi setidaknya tiga fase dalam melakukan adaptasi, yang terdiri dari:
  1. Exciting phase, pada fase ini, ekspatriat yang biasanya juga membawa serta keluarganya merasa antusias dipindahkan di lingkungan kerja yang baru, apablagi  bila  tempat baru yang dituju memiliki standar kualitas hidup yang lebih bai dari negara asalnya. Misalnya, manajer Indonesia dipindahkan ke Amerika, akan merasa senang dan bangga dengan suasana baru, gaya hidup baru, dan cuaca yang berbeda. Ia dan keuarganya mungkin tidak sabar menantikan musim dingin bersalju yang indah seperti yang sering digambarkan  pada film ditelevisi, atau taman-yaman hijau yang bertebaran di kota untuk bersantai di akhir pekan, hingga mencoba model transportasi baru yang tidak ada di Indonesia seperti subway. 
  2. Challenging phase, pada fase ini, ekspatriat mulai menemukan berbagai hal yang mungkin tidak diduga sebelumnya, bahwa di negara baru ini tidak mudah mencari asisten rumah tangga, bahwa harus berhadapan dengan berbagai aturan yang ketat mulai dari parkir, asuransi, SIM, cuaca ekstrim, dan banyak lagi. Belum lagi perbedaan yang dihadapi di kantor, dimana budaya yang berlaku jauh berbeda dengan yang dijalani di negara asalnya. Fase ini adalah fase yang berat bagiekspatriat untuk belajar melakukan adaptasi, tingkat kesulitan ini berbeda-beda tergantung pada karakter ekspatriat tersebut. Disinilah pentingnya seoang manajer ekspatriat mempelajari manajemen lintas budaya sebelum ditugaskan di negara lain.
  3. Adapting phase, ekspatriat yang telah sukses melewati fase Challenging, akan memasuki fase adapting yang merupakan fase akhir dari proses penerimaan budaya baru. Pada fase ini, ekspatriat adan keluarganya sudah hidup sesuai dengan gaya dan budaya yang berlaku di negara tersebut dengan nyaman, bahkan mungki akan timbul "bingung budaya" saat mereka sesekali kembali ke tanah air setelah sekian lama tinggal di luar negeri.
Fase ini dapat ditemppuh dengan lebih mudah apabila ekspatriat dibekali pengeahuan mengenai manajemen lintas budaya di perusahaan negara asalnya sebelum keberangkatannya.


 Sumber:  Azis, Anton M. dan Irjayanti, Maya. (2014), Manajemen, Bandung : Mardika Group


Tahapan Manajemen Perubahan

 Manajemen perubahan melalui enam tahapan, yaitu :
  1. Tahap diagnosis 
    Tahap ini dilakukan dengan mendiagnosis keadaan. Salah satu analisis yang digunakan adalah dengan melihat kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang atas sebuah proses perubahan yang akan dilakukan. Tahapan ini berfokus pada aspek kepemmpinan, identitas organisasi, serta identifikasi sumber pemicu perubahan (trigger of change) dan dampak dari pemicu perubahan, serta menilai kesesuaian organisasi dengan situasi eksternal.
  2. Tahap pembangunan koalisi
    Tahap ini dilakukan dengan pemberian penjelasan dan pembangunan koalisi dengan berbagai pihak melalui penyeleksian dan pengklarifikasian visi, menciptakan agen perubahan dan mengoptimalkan rencana perubahan organisasi. 
  3. Tahap Tindakan
    Tahap ini dilakukan dengan mengerjakan segala aktivitas organisasi yang merupakan bagian dari penyelesaian serangkaian isu yang harus dipecahkan melalui tindakan yang nyata dari setiap rencana perubahan yang telah disiapkan.
  4. Tahap konsolidasi dan perbaikan
     Tahap ini dilakukan dengan melakukan konsolidasi dan penyesuaian-penyesuaian atas pelaksanaan kegiatan perubahan yang telah dilakukan, serta memperbaiki jika terdapat kesalahan-kesalahan saat proses pelaksanannya.
  5. Tahap mempertahankan
    Tahap ini merupakan tahapan untuk mempertahankan proses perubahan yang sudah berjalan dengan baik, yang telah memberikan sisi positif dan manfaat dari perubahan yang telah dilakukan.
  6. Tahap pengakun
    Tahap ini merupakan tahapan terakhir dari pendekatan dalam manajemen perubahan, yaiu upaya pengakuan terhadap perlunya perubahan yang melibatkan berbagai pihak serta pemberian persetujuan dan pengakuan dari pimpinan organisasi.


    Sumber:  Azis, Anton M. dan Irjayanti, Maya. (2014), Manajemen, Bandung : Mardika Group

Sunday, April 8, 2018

Kekuasaan dan Politik

Kekuasaan (power) Kapasitas yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B, sehingga B melakukannya sesuai keinginan A.  
Ketergantungan (dependence)  Hubungan B dengan A, di mana A memiliki apa yang dibutuhkan B. 
Kekuasaan taktik (power tactic) Cara-cara yang mana para indiviidu akan menerjemahkan kekuasaan yang mendasari ke dalam tindakan-tindakan yang spesifik.
Riset telah mengidentifikasi sembilan pengaruh taktik yang berbeda:
  • Legitimasi. Bersandar pada posisi wewenang anda atau menyampaikan permintaan sesuai dengan kebijakan atau aturan organisasi.
  • Bujukan yang rasional. Menyejikan argumen-argumen yang logis dan bukti-bukti nyata untuk memperhatikan bahwa sebuah permintaab tersebut wajar. 
  • Daya tarik yang menjadi sumber inspirasi. Mengembangkan komitmen secara emosional yang menarik bagi sasaran nilai-nilai, kebutuhan, pengharapan, dan aspirasi.
  • Konsultasi. Meningkatkan dukungan kepada sasaran dengan melibatkannya dalam memutuskan bagaimana anda akan mewujudkan rencana anda.
  • Pertukaran. Memberikan imbalan kepada target dengan manfaat atau keuntungan sebagai pertukaran karrena telah mengikuti permintaan.
  • Daya tarik pribadi. Meminta kepatuhan yang didasarkan pada persahabatan atau kesetiaan.
  • Menjilat. Dengan menggnakan bujukan, pujian, atau perilaku yang ramah sebelum membuat permintaan.
  • Tekanan. Dengan menggunakan peringatan, permintaan yang  diulang-ulang, dan ancaman.
  • Koalisi. Membuat daftar tujuan atau dukungan dari orang lain untuk membujuk target agar menyutujuinya.

Kemampuan berpolitik (political skill) Kemampuan untuk mempegaruhi orang lain dengan segala cara untuk mendorong tujuan dari seseorang.

Perilaku berpolitik (political behavior) Aktivitas yang tidak dipersyaratkan sebagai bagian dari peranan formal seseorang dalam organisasi tetapi yang memengaruhi, atau berupaya untuk memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Politik
  1. Faktor -Faktor Individu
    - Pengawasan diri sendiri yang tinggi
    - Tempat kendali secara internal
    - Kepribadian Mach yang tinggi
    - Investasi Organisasional
    - Alternatif pekerjaan yang dipandang
    - Ekspektasi atas keberhasilan
  2. Faktor-Faktor Organisasi
    - Realokasi sumber daya
    - Peluang promosi
    - Kepercayaan yang rendah
    - Peranan yang tidak jelas
    - Sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas
    - Pelaksanaan pemberian imbalan yang tidak berisiko
    - Pengambilan keputusan secara demoratis
    - Tekanan kinerja yang tinggi
    - Para manajer senior yang mementingkan diri sendiri
Manajemen Kesan (impression management [IM]) Proses yang mana individu berupaya untuk mengendalikan kesan lainnya yang membentuk mereka. 


Sumber : Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. (2015), Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
1. Kebersihan
Kebersihan merpakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat, dan pelaksanaannya tidak memerluakan banyak biaya. Untuk menjaga kesehatan, semua ruangan hendaknya tetap dalam keadaan bersih. Penumpukan abu dan kotoran tidak boleh terjadi dan karenanya semua ruang kerja, gang dan tangga harus dibersihkan tiap hari
Perlu disediakan tempat sampah dalam jumlah yang cukup, bersih dan bebas hama, tidak bocor dan dapat dibersihkan dengan mudah. Bahan buangan dan sisa diupayakan disingkirkan di luar jam kerja untuk menghindari resiko terhadap kesehatan.
2. Air minum dan kesehatan
Air minum yang bersih dari sumber yang sehat secara teratur hendaknya diperiksa dan harus disediakan secara cuma-cuma dekat tempat kerja.
3. Urusan rumah tangga
Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas dan mengurangi kemungkinan kecelakaan. Jika jalan sempit dan tidak bebas dari tumpukan bahan dan hambatan lain, maka waktu akan terbuang untuk menggeser hambatan tersebut sewaktu bahan dibawa ke dan dari tempat kerja atau mesin. Tempat penyimpanan harus diberi tanda dan bahan disusun dalam tempat tertentu, serta diberi tanda pengenal seperlunya.
4. Ventilasi, pemanas dan pendingin
Ventilasi yang menyeluruh perlu untuk kesehatan dan rasa keserasian para pegawai, oleh karenanya merupakan faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja. Pengaruh udara panas dan akibatnya dapat menyebabkan banyak waktu hilang karena pegawai tiap kali harus pergi ke luar akibat “keadaan kerja yang tidak tertahan”.
5. Tempat kerja, ruang kerja dan tempat duduk
Seorang pegawai tak mungkin bekerja jika baginya tidak tersedia cukup tempat untuk bergerak tanpat mendapat gangguan dari teman sekerjanya, gangguan dari mesin ataupun dari tumpukan bahan. Dalam keadaan tertentu kepadatan tempat kerja dapat berakibat buruk bagi kesehatan pegawai, tetapi pada umumnya kepadatan termaksud menyangkut masalah efisiensi kerja. Bekerja dengan berdiri terus-menerus merupakan salah satu sebab merasa letih yang pada umumnya dapat dihindari.
6. Pencegahan kecelakaan
Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadakan penyebabnya, apakah sebab itu merupakan sebab teknis atau sebab yang datan dari manusia. Upaya ke arah itu terlampau beraneka ragam untuk dibahas, yakni mencakup upaya memenuhi peraturan dan standar teknis, antara lain meliputi pengawasan dan pemeliharaan tingkat tinggi.
7. Pencegahan kebakaran
Kebakaran yang tidak terduga, kemungkinan terjadi di daerah beriklim panas dan kering serta lingkungan industri tertentu. Pencegahan kebakaran merupakan salah satu masalah untuk semua yang bersangkutan dan perlu dilaksanakan dengan cepat menurut peraturan pencegahan kebakaran, seperti larangan merokok di tempat yang mudah timbul kebakaran dan lain-lain.
Pencegahan senatiasa lebih baik daripada memadamkan kebakaran, tetapi harus ditekankan pentingnya peralatan dan perlengkapan lainnya untuk pemadaman kebakaran, yang harus dipelihara dalam keadaan baik. Manajemen dan pengawas hendaknya diberitahu tentang apa yang seharusnya dilakukan pegawai jika timbul kebakaran.
8. Gizi
Pembahasan lingkungan kerja tidak dapat lepas tanpa menyinggung tentang masalah jumlah dan nilai gizi makanan para pegawai. Di beberapa negara jumlah makanan pegawai tiap hari hanya sedikit melebihi yang diperlukan badannya, jadi hanya cukup untuk hidup dan sama sekali kurang untuk dapat mengimbangi pengeluaran tenaga selama menjalankan pekerjaan yang berat. Dalam keadaaan yang demikian tidak dapat diharapkan bahwa pegawai akan sanggup menghasilkan keluaran yang memerlukan energy berat, yang biasanya dapat dihasilkan oleh pegawai yang sehat, cukup makan, lepas dari kesulitan akibat iklim yang harus dihadapi.
9. Penerangan/cahaya, warna, dan suara bising di tempat kerja Pemanfaatan 
Penerangan/cahaya dan warna di tempat kerja dengan setepat-tepatnya mempunyai arti penting dalam menunjang keselamatan dan kesehatan kerja. Kebisingan di tempat kerja merupakan faktor yang perlu dicegah atau dihilangkan karena dapat mengakibatkan kerusakan.

Sumber: Sedarmayanti. 2011. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju

Tuesday, April 3, 2018

Faktor Pendukung Pariwisata

Dewasa ini diharapkan sektor pariwisata dapat berrkembang dengan baik dan optimal sudah tentu perlu didukung oleh berbagai faktor atau komponen yang secara langsung maupun tidak berkaitan dengan aktiviatas kepariwisataan. Misalnya, kondisi objek wisata, fasilitas--fasilitas sosial  di objek wisata, kemudahan transportasi untuk pencapaian ke objek wisata, keamanan dan ketertiban di objek wisata, dan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan sektor pariwisata.

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Di samping itu, Indonesia juga memiliki daerah dan alam yang sangat menarik untuk menjadi objek wisata. Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan menjadi pariwisata yang dinikmati oleh masyarakat lokal maupun internasional. Karena banyak faktor yang mendukung terciptanya pariwisata di Indonesia.

Faktor-faktor pendukung pariwisata di Indonesia sebagai berikut:
  1. Memiliki banyak objek pariwisata di berbagai daearah.
  2. Memiliki alam yang sangat indah.
  3. Memiliki berbagai penginggalan sejarah pada masa lalu.
  4. Memiliki berbagai budaya yang unik.
  5. Rakyat yang ramah tamah.

Objek wisata yang baik adalah berbagai objek wisata yang menarik dan memiliki, serta didukung oleh fasilitas-fasilitas sosial yang dibutuhkan pada objek wisata antara alin:
  1. Penginapan yang memadai serta terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat dengan latar sosial ekonomi yang berbeda.
  2. Fasilitas olah raga dan sarana ibadah yang layak.
  3. Fasilitas pemandu wisata, yang senantiasa siap untuk mengantar dan memberikan penjelasan kepada para wisatawan.
  4. Keamanan dan kenyamanan para wisatawan senantiasa terjaga.
  5. Terdapat areal penjualan (souvenir), baik berupa barang-barang maupun makana khas yang dapat dibeli untuk oleh-oleh wisatawan.
  6. Keramahan penduduk yang tinggal di sekitar objek wisata.

Prasarana transportasi darat terdiri atas jalur kereta api, dan jalan raya. Berdasarkan keterhubungannya jalur jalan raya dibedakan menjadi :
a. Jalan negara, yaitu jalan yang menghubungkan antar  ibukota provinsi.
b. Jalan provinsi, yaitu jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupatan atau kota.
c. Jalan kabupaten atau kota, yaitu jalan yang menhubungkan ibukota kabupaten atau kota dengan ibukota kecamatan.
d. Jalan desa, yaitu jalan yang menghubungkan ibukota kecamatan dengan desa-desa disekitarnya.


Sumber: Rahayu, Sudi. dan Soedarso, Sri Widodo. (2016), Bisnis Kreatif dan Inovatif di Era Globalisasi, Bandung: Penerbit Manggu Makmur Tanjung Lestari

Sunday, April 1, 2018

Kepariwisataan

Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain :
  1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
  2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 
  3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang terkait di bidang tersebut. 
  4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. 
  5. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. 
  6. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. 
  7. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
  • Wisata adalah perjalanan yang dilakukan seorang atau sekelompok orang lebih dari tiga hari dengan menggunakan kendaraan pribadi, umum, atau biro tertentu dengan tujuan untuk melihat-lihat berbagai tempat atau suatu kota baik di dalam negeri maupun di luar negeri
  • Pariwisata (turisme) merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini.
  • Berdasarkan tempat asalnya, penertian wisatawan dibedakan menjadi dua,yaitu:
  1. Wisatawan domestik atau nusantara adalah wisatawan yang pindah sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya sendiri dalam selama mengadalakn perjalanan. Sedangkan,
  2. Wisatawan internasional atau mancanegara adalah wisatawan yang datang dari luar negeri.
  • Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi non migas yang sangat berperan dalam peningkatan struktur ekonomi dan proses pembangunan negara. Hal ini sangat berkaitan dengan pendapatan atau devisa negara serta pendapatan penduduk disekitar objek wisata.
Sumber : 
  • Rahayu, Sudi. dan Soedarso, Sri Widodo. (2016), Bisnis Kreatif dan Inovatif di Era Globalisasi, Bandung: Penerbit Manggu Makmur Tanjung Lestari 
  • Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan